Mati Tapi Hidup
Dingin... panas.. hanya halu yang menemani. Hampir berjam-jam aku melara tak jelas arah. Tubuh ini terasa kumal, gemuk, seperti tak terurus. Perutku mulai buncit dan lenganku mulai mengendur. Ada sedikit rona lebam diarea mataku. Bila ku berbicara dengan cermin aku merasa sedang berbicara dengan ragaku yang lain. Tiba-tiba aku takut. Tiba-tiba aku sudah meringis tak tahu menertawakan apa. Hanya memori alam bawah sadarku yang memutar balikkan kenangan bodoh itu. Jika ku berdiri aku akan layu, bisa terjatuh mendadak atau sesaat diam lalu berontak. Sekian lama aku menanti jawaban siapa ini ? Setiap hari aku bertanya mengapa ?! Kenapa ?! Berkali-kali. Tapi tak ada sesosok pun yang rela menyumbangkan argumennya untukku. Dipojok matras kamarku dengan cahaya ruang remang-remang, diiringi detak jarum jam, ku mulai semuanya di kediaman sahabat malamku. Perlahan kupeluk erat kedua lenganku hingga mengerut sampai tubuhku meringkuk. Aku menganga tanpa suara. Menjerit keras namun tak terdengar karena itu kulakukan di dalam hati. Berbulan-bulan aku cemas, menangis, menggebu, tapi hanya di dalam hati. Layaknya bersedih namun tak bisa kukeluarkan. Sakit. Kurasa perihal ini sudah melampaui batas. Bukannya semakin baik tapi malah menjadi jadi. Sampai aku bertanya kepada Tuhan, ya Tuhan apa aku masih di beri kehidupan esok ? Aku takut jika malam ini aku terlelap lalu terbangun malah tak dapat melihat kubah diatas mushola dekat rumahku lagi, itu artinya usailah keberadaanku guna terlahir di dunia ini. Aku tidak mau nyawaku akan penasaran mecari jawaban yang aku cari selama ini. Membawaku melayang jauh dengan sayap hitam yang tampak pudar. Aku merasa lepas dari dunia nyataku. Sebentar, apakah aku lupa bahwa aku pernah hidup di bumi ? Kukira aku hanya wujud manusia yang dihadirkan oleh Tuhan supaya orang sadar. Demikian, malah aku diinjak sampai gepeng. Kau sekalian tahu apa yang terjadi setelahnya ? Aku seperti mati namun aku ini hidup. Tubuhku utuh, ada, namun jiwaku terbang entah kemana. Sekilas aku merasa telapak kakiku masih di atas tanah, belum selesai mata berkedip kakiku sudah buram. Aku rasa aku masih manusia. Tapi ya Tuhan, mengapa aku diperlakukan seperti makhluk yang ingin di tendang, di bakar, di gorok, bahkan di cekik. Kurang hasrat apalagi yang akan mereka campakkan pada diriku. Aku ini manusia! Makhluk yang punya harga diri dan derajat. Jangan main-main dengan tingkah lakuku. Memang kalian itu siapa ?! Hah ?! Aku ini tidak pernah bertindak semena-mena untuk memusnahkan kalian. Tapi kalian, kalian sudah merobek mentalku. Rendahkah aku sampai kau sekalian membudakkanku di mata kalian ?
Sepanjang hari aku berjalan luntang-lantung persis orang yang sedang mencari jalan keluar. Dengan siapa lagi aku harus membeberkan hal ini ? Setiap kali kulihat manusia di sekelilingku mereka selalu rakus terhadap telanan darah hitam kawannya. Apa aku seburuk itu ? Sehingga para manusia di haluanku lengah dari teriakku. Aku butuh bantuan tapi kau sekalian seperti tak acuh pada bulu hitam di jiwaku. Yang kulakukan cuman mangut-mangut dan menguntit persembunyian siulan penerus makhluk penginjak tanah di bumi. Kata mereka aku tak berdaya, tak terurus, dan sombong. Mentang-mentang aku tak elok wajahnya kalian pantas menghujatku jauh disana. Pikirkan! Setiap hari kalian melihat wujudku nelangsa dan terlihat memelas. Tapi, apa yang kalian pertindakan dengan kejap kepadaku ? Langsung merangkulkah ? Mempertanyakan diriku kenapa ? Tak pernah! Yang kupertanyakan menerus adalah memangnya kalian tidak berhati ya ? Aku tanya, apa kalian itu hidup sendiri ? Tanpa teman ? Bahkan kalian itu mampu membangkitkan diri kalian jika nantinya mati ? Lalu dengan siapa kalian bergantung ? Buntu sekali sifat kalian itu. Kelam, penuh kabut, tak jelas. Itu yang aku baca dari tindak tanduk kau sekalian. Di posisi ini tidak ada sama sekali yang Tuhan hadirkan untukku sebagai penenangku. Sekalipun untuk pendengar saja. Sepertinya Tuhan menundanya untuk mengirimkan sosok itu kepadaku. Aku sering berhalusinasi melihat banyak sosok yang dikirimkan oleh Tuhan. Tapi apa iya dia adalah sosoknya ? Aku takut, sebab wujudnya tak nampak, hanya bayangan hitam samar yang muncul hilang sesaat. Hingga akhirnya sosok bayangan hitam itu dengan sendirinya menampakkan bentuknya. Oh, aku sungguh tak tahu apa maksudmu Tuhan. Aku ingin teman. Aku ingin bahagia! Aku ingin bahagia dengan tenang. Maaf jika bahasaku seperti hantu yang semasa hidupnya tidak diberi kenyamanan dan penghormatan saat masih hidup. Jika ku bilang iya kalian akan apa ? Hh! Aku tak acuh. Tapi kenyataannya memang iya. Aku merasa masih memiliki hasrat terpendam yang orang lain belum lunasi dan itu adalah perlakuan orang disekililingku yang memperlakukanku tidak wajar. Itu yang memantangku sulit agar ikhlas kepada semuanya. Aku masih memiliki perasaan tidak terima. Diteluk segumpal darahku terdalam, teman bayanganku menyimpan semua gejolak kemunafikkan yang orang disekililingku taruh dengan sukarela. Setahu mereka aku orang yang lemah sekaligus bodoh. Skak mat! Sudah jelas sekali. Sangat jelas. Tangisku keluar membeludak. Langsung, tanpa aba-aba. Pada posisi yang masih meringkuk ini, aku tersadar ternyata sedari tadi aku membuang terlalu banyak waktu. Yang seharusnya keadaan berjalan menjadi tulisan-tulisan yang berharga bagiku malah semuanya bertimbal balik. Raung, emosi, dangkal, sampai sakit fisikpun aku alami. Aku butuh bantuan.. siapa temanku ? Aku ingin teman. Aku anak baik. Tapi mengapa kalian menbenciku ? Aku tidak ingin gila bahkan marah sekalipun. Aku butuh pertolongan saat ini ya Tuhan.. izinkan aku untuk bahagia. Itu adalah hakku. Aku tak mau lagi pening dan didekati ragaku yang lain. Ku mohon, kembalikan jiwaku yang dulu. Yang dulu kau berkahi kodratku selayaknya remaja lain yang sedang berbahagia. Aku tak mau mati padahal ragaku masih hidup. Posisi itu membuatku bingung, sebenarnya engkau mengujiku untuk mendekati detik-detik kematianku atau menpercobakan hidupku dengan menggantung ragaku diambang tak tahu kapan datangnya kepastian itu ?
Komentar