Rindu Tak Bersua
Sulit digapai. Seperti udara yang dingin didepan mata. Pemandangan kota hari ini membiaskan kenangan. Yang sepatutnya diikhlaskan namun hati menggeratak karena keindahannya. Tidak semua orang bisa merasakan hal yang sama dengan apa yang sudah daku rasakan. Tidak semua hati bisa menerima seperti hati daku. Apalagi, keadaan daku saat ini adalah bentuk proses dari keikhlasan yang dibentuk kala itu.
Orang-orang yang daku sayangi, pantang untuk disakiti, dan penyemangat dunia akhirat tersirat dalam bayangan. Mereka dekat dalam hati. Bahkan saat mereka ada di dekat daku, tangan mereka tidak sampai kepada tangan daku. Seperti dekat namun tak tergapai. Seperti mimpi yang kebetulan dan tidak nyata. Padahal, mereka hadir tapi sulit untuk mendekat.
Mama yang jauh disana, rindu memandang mata daku. Memeluk tubuh daku dan mengingat membesarkan daku. Daku bisa sebesar sekarang karena mama. Mama yang berjuang lebih, mempertaruhkan segalanya lebih, untuk daku yang saat ini jauh diperantauan. Mama yang menguatkan daku, katanya ingat kalau dulu daku cengeng, paling tidak suka melihatku menangis. Tapi ma, disini daku juga rindu suasana rumah. Lebih daripada ingatan mama saat semua waktu yang sudah mama kerahkan sebelum kita berpisah.
Gerimis pagi yang deras, dengan derajat udara dibawah 20° celcius, lampu rumah yang masih menyala dan teh panas yang tersaji. Mungkin akan menghangatkan pikiran pada akhir bulan ini. Yang tak terasa bahwa waktu berjalan begitu lekas. Begitu singkatnya sampai tidak terasa kalau kita belum berjumpa lagi. Mama ingin sekali ragaku hadir diteras rumahnya. Menyapa dengan salam dan pelukan. Berbincang dan membantunya meracik masakan.
Huhh.. ternyata obrolan tadi ditelepon, dengan pembahasan yang menenangkan, antara ingin menyudahi atau lanjut. Tapi nampaknya, dari suaranya menyiratkan bahwa tidak ingin berhenti. Cuman ingin bertemu secara langsung. Mama ingin aku hadir, mendatanginya seperti sebuah kejutan. Sungguh, menjadi hal paling besar saat semua yang ada disekitar justru bernilai karena dibalik keridhaan seorang ibu.
Tangan mana yang lebih hangat kecuali telapak tanganmu. Suapan tangan siapa yang lebih sedap kecuali tanganmu. Tatapan teduh mana yang menenangkan kecuali tatapan keyakinan darimu. Dan suara merdu mana lagi kecuali nasehat yang kau haturkan tersirat langsung didepanku. Panggilanmu adalah kerinduan. Suruhanmu juga adalah amanah. Tidak ada hati yang paling ikhlas kecuali kepasrahanmu. Terbendung. Tidak kan ku sia-siakan harimu karena cita-citaku hari ini.
Karena kau adalah dekat dengan Tuhanku. Jiwamu lebih bakti kepadanya yang menciptakan takdir ini. Dan bertambahnya usiamu adalah peringatan yang sakral bagi dunia. Sungguh, Tuhan sangat tepat menitipkanku pada seorang ibu sepertimu. Yang mungkin tidak semua temanku merasakan baiknya dirimu. Lebih dari apapun. Mama.. tunggulah, bersabarlah.. aku insha Allah tidak akan lupa. Tujuanku adalah bakti kepadamu. Disini aku sedang berkhidmat. Maka sebaik-baiknya teman adalah mengingat Tuhanku yang tak akan mungkin ingkar.
Sehat-sehat disana untuk semuanya... Rindu tidak akan padam. Dalam merenungi suasana yang sejenak ini.. berharap akan bersua dengan bahagia.
Komentar