#SelfLove
Hari ini yang sudah berlalu telah mengajarkan banyak hal. Berbagai dorongan, tekad, sampai aksi yang diorasikan hingga tak terhitung. Ada banyak langkah yang tak ternilai. Banyak kejadian yang sudah bukan menjadi hal yang perlu diperpanjang. Semua sudah dianggap angin lewat. Seperti bukan apa-apa dan hanya menganggap memang begitulah yang perlu ditunjukkan oleh semesta. Yang ditampakkannya adalah ihwal yang semestinya bukan angan yang harus dirawat atau merasa tidak rela apabila tidak terbayarkan. Begitulah sejatinya dunia. Kesadaran hanya akan diberikan oleh orang-orang yang sabar dan mau berjalan dengan kesederhanaan.
Tuhan.. kemarin aku ingin cerita. Aku ingin berbagi. Aku ingin diberi solusi. Tapi kau tahu Tuhan ? Temanku sudah kau ambil, aku disini sendiri, aku tidak punya rekan bertukar pikiran dan memutuskan solusi untuk jawaban dari istikharahku. Tapi diluar pikiran dan perasaanku, kejadian itu seperti tipuan sementara. Aku merasa ia masih dibelakangku, menepuk pundakku seperti yang suka dilakukannya kala kami bertemu. Setia disampingku kala aku menangis sampai aku reda untuk tenang dari kekecewaan. Terlebih, yang paling terasa ketika aku berjalan seorang diri seperti ada yang mengawasi entah dari mana arahnya. Kau buat semua lembarku yang baru semakin abstrak. Lagi-lagi rencana ku sudah mengalir sesuai dengan alurmu Tuhan.
Tapi, menghirup udara ditempat asal dan memandang sejuk pemandangan depan rumah. Adalah kejadian yang hanya sepintas aku lihat setelah bangun dari tidur yang tak lama. Angin sepoi dan terik mentari yang tak sepenuhnya menutupi pelataran depan rumahku masih sama seperti sebelum diriku beranjak dari sini. Seharusnya keadaan bisa memaksaku untuk menangis. Keadaan bisa memaksaku untuk memutuskan. Hingga tak berdaya kembali di rumah ini. Tapi hati ini, seperti mencari titik aman agar tak berubah. Wahai diri, mungkin dikau sudah merasa dekat dengan dirimu yang sebenarnya. Hari ini kau bahagia, tapi bisa saja sebentar lagi biasa saja. Hari ini kau marah, tapi entah kapan kau akan bahagia. Disitu, pada saat menjumpai situasi penuh perasaan yang campur aduk. Apa sudah benar jika daku mengenal diri ini sepenuhnya ? Walaupun semenjak beranjak dari tempat ini daku mulai dikenal banyak orang, dipercaya banyak teman, dan menjadi kebanggaan para guru.
Wahai diri yang masih berubah-ubah. Mendung bukanlah hijab bagi kelanamu. Karna kau kebal terhadap terbatasnya waktu. Kau pandai menjaga waktu dan memikirkan apa yang akan dilakukan setelah ini. Tapi sekali lagi, apakah hatimu sudah benar-benar kau persiapkan untuk membahagiakan jiwamu ? Pikiranmu ? Bahkan siapa dirimu diranah kecilmu ?
Mulai mencintai diri sendiri itu berlaku kala merasa apa yang dilakukan bisa dipresentasikan dengan bangga tanpa memikirkan bagaimana tanggapan orang lain. Walaupun tanggapan dari sisi lirikan matanya sahaja. Itu sulit. Tetapi, jika diri memang sudah diwujudkan seperti ini, maka yang perlu dipertegas adalah bentuk syukur melalui kelebihan yang telah dipatenkan oleh Tuhan terhadap diri ini. Anugrah semesta yang tidak akan tertukar. Dan itulah yang sepatutnya diprioritaskan.
Jika dunia hanya memiliki hari ini, maka jadilah diri yang diratukan. Merasa pangkat yang dimiliki berbeda dari yang lain. Selalu anggap bahwa diri yang dimiliki paling baik dari yang lain. Bukan perkara membanggakan hati apalagi posisi. Tapi untuk memuliakan diri, patut hargai dari perhatian yang paling kecil dan terdalam. Itu akan menjadi kebiasaan yang positif.
Udara masih berkeliaran didepan mata. Langit berganti dari pagi ke malam, dari panas kepada hujan, dan pergantian fase kepada peradaban yang tak bisa diterka. Duhai Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Esa, engkaulah sumber untuk daku kembali pada kekuatan daku. Semua prahara dan kenyataan yang jelas telah kau putar dalam perjalanan hidupku. Kadang indah, bahagia, suka, duka, menyedihkan sampai menyakitkan sekalipun. Adalah perangkat rintangan yang tak kan terlepas. Silih berganti dijumpai. Sedikit demi sedikit, apa yang kau ciptakan dalam skenario hidupku kau masukan dan keluarkan kembali. Walaupun sulit untukku memikirkan, apakah yang kau keluarkan dari kehidupanku kau simpan mereka dalam peti rahasia atau benar-benar binasa. Sebab menjadi tahap perputaran hidup yang sesungguhnya ? Oh Tuhan.. aku sungguh merasa kecil. Dengan memikirkan semua itu, tiada daya bagiku. Dengan keluarga kecil yang aku miliki sampai titik ini, itu adalah berlian paling berharga dari kejutan yang kujumpai didepan mata. Mereka yang ketika aku pulang kerumah, pintu dibuka lebar-lebar dan makanan terhampar dengan nikmat. Sungguh, nikmat yang kau beri tiada bandingnya. Memberikan jalur terbaik untuk ku lalui.
Langit siang nan malam, bintang-bintang yang diam diatas sana. Udara yang kuhirup memandang kota malam. Hai kawan, aku seperti melihatmu jauh disana. Ikut bahagia walau sudah terhijab oleh keikhlasan. Tapi Tuhan memberiku ketenangan, dengan genggamannya yang tak pernah diragukan. Seperti kekuatan yang hanya aku saja yang punya. Seperti aroma yang kuat menjadi kata kunci menjalani kedepannya.
Kumulai dengan tepak kaki yang kokoh, hati yang tangguh, dan gejolak permata yang permai. Tuhan telah mendidik ku, membuatku mencintai semuanya dan mensyukuri apapun yang telah masuk dalam diriku. Ini bentuk paling indah, kelebihan yang langka, dan suara-suara sejuk yang tercipta dalam daku seorang. Bentangan sayap orang lain memang tidak memiliki pagar. Jadi, jikalau daku terciprat keburukan mereka bukan menjadi sayat yang mematahkan peluh. Namun, mengingat apa yang telah diberi pasti tak akan hilang. Itulah kunci untuk menjaga diri ini tetap aman. Yakin, optimis, dan mulai berbuatlah dengan keberanian. Semua akan berjalan sesuai yang sepatutnya menjadi persembahan bagi diri ini.
Komentar