Tentang Luka Yang Lama Hilang




Keputusan yang kuambil mungkin adalah sebuah keputusan yang tepat. Keluar dari zona nyaman bukan hal yang mudah bagi diriku. Perlu adaptasi lingkungan dan kebiasaan. Di titik ini, semua rekam jejak yang mengintai telah mengarsipkan kisah-kisah penuh makna. Bukan seperti bayangan ketika musafar yang pulang membawa penuh kesuksesan, tapi baru sadar jika sang musafar itu butuh proses untuk menuju jayanya. Saat diluar, orang ramai tidak tahu keadaan batin saya. Begitupun mereka. Saya tidak tahu saat diatas kendaraan umum mereka mau bertujuan kemana. Masing-masing personal punya tujuan singgahnya yang berbeda-beda. Ada yang sama tapi beda prinsip. Sejatinya begitulah hidup ditengah-tengah masyarakat sosial.


Dari awal, sengaja wajah ini tak bermake-up. Apalagi sekedar mengoleskan bedak di bagian kening atau dibawah kantung mata. Biar tidak terlihat kusam atau pucat. Tapi kalau air mata yang sembrana terus mengalir, percuma juga membuka bedak untuk ditaburkan ke wajah. Saat bercermin untuk terakhir kalinya, di bilik favorit ini, rasanya baru kemarin singgah disini. Padahal sudah lumayan lama. Sudah berhari-hari bolak-balik sana sini, keluar sana-sini, dan mengobrol dengan orang terpuji setiap hari. Tapi ingat, kalau safar saya belum usai. Harus segera dituntaskan. Karena masih bagian dari tanggung jawab. Bismillah, langkah kaki saya akan mulai memanas. Memulai berjalan di tanah perantauan. Bismillah, dengan penuh keyakinan saya berangkat dengan tekad yang kuat dan sepenuh hati. 


Sukanya suasana rindu, sayang, dan kenangan melingkup di pikiran. Seakan mengajak pada dunianya yang tidak semua orang bisa dimasukinya. Diatas kendaraan umum ini, saya merasa mulai dewasa. Ini berkat orang-orang yang percaya pada saya. Karena merekalah Tuhan kasih ruh yang membuat saya sadar kalau dengan jalan ini saya akan lebih memiliki kesempatan sukses lewat jalur lillahita'ala. 


Mungkin saya adalah orang yang terpilih. Melihat pemandangan keluarga yang kian menjauh kala mengantarkanku berkelana lagi. Benar-benar tidak kuat. Tidak kuat hati ini. Ada ya, ciptaan sebuah jiwa yang hanya merasakan suatu hal karena menerima adanya respon sosial kemudian seperti tersayat hati ini tapi tidak luka. Apa ini Tuhan ? Mengapa harus dihadirkan dalam skenario satu hariku ? Jika hadirnya perasaan ini adalah panggilanmu, mengapa harus sebuah perasaan yang tidak dapat diajak bicara ? Mengapa ia tidak bisa menghalau cercaannya ketika singgah di dalam jiwa batin seseorang kemudian malah membuat orang ini bereaksi tak jelas. Seolah-olah air matalah buah dari adanya perasaan itu.


Ingin pulang.. ingin bersama orang yang sudah lebih mengenal siapa saya. Ingin membahagiakan mereka. Tapi, seperti belum punya pegangan untuk menanggung semua kebutuhan mereka. Ya.. mungkin ini belum waktunya. Ini belum saatnya. Tapi kenapa ada saja pikiran yang sudah dihalau, malah melekat dan membuat stres diri yang tidak disadari. Kiranya saya ini baik-baik saja. Saya bisa mengontrol hati saya dan keadaan yang saya jalani saat ini. Tapi ternyata, stress ini tidak bisa menerima dengan sukarela kalau memang dia hidup dalam diri saya.


Bubrah. Benar memang. Adaptasi itu fase paling menguji siapapun. Baik yang merasa akan senang kala jauh dari rumah atau terbiasa mandiri dalam keadaan apapun. Ini saja buktinya. Saya alami apa yang suasana tidak ini lakukan. Situasi ini benar-benar menguji mental, pikiran, bahkan komunikasi antar individu yang terjalin di lingkungan yang kedua. Segini lamanya perasaan itu menghantui impian yang tak tercapai. Membayangkan diri tak bisa berbuat apa-apa dan tak berdaya muncul lagi. Padahal saya yakin, diri ini tidak begitu, lebih dari yang dipikirkan. Tuhan.. saya tidak tahu dan terkaan saya tidak sekuat dulu. Kalau memang ini adalah fase nasibku, aku pinta niat dan tujuan utamaku jangan kau tutup jalannya. Aku beri ruang fase ini untuk bersemayam sejenak dalam diriku. Karena aku yakin hadiah terbaik akan datang entah itu kapan waktunya. Jika ini pelajaran terbesar yang diturunkan langsung oleh Tuhan, maka saya hanya bisa berharap hilangkanlah. Agar hati ini sudah sedihnya. Agar hati ini bisa menerima aktivitas dengan riang, mulai mensyukuri segala hiruk pikuk dunia, dan membuka diri pada khalayak awam. Ya Tuhan, saya capek, jika kaulah sang kuasa hati dan maha pembolak balik hatiku, saya bisa berbuat apa ? Saya hanya minta iman saya dijaga, jangan sampai lepas supaya tetap mengabdi pada syariatmu. Tuhan.. aku ingin kau beri jendela yang bercahaya untuk kegiatan yang akan aktif lagi ku mulai disini. Biar aku bisa lupa dengan kemasaman yang hadir dalam wajahku. Tuhan.. sekali lagi, aku ingin semangat, ingin kuat disetiap waktu, dan senang dengan semua hari-hariku. Saya hebat karena bantuanmu. Yakin itu, tidak mungkin tidak. Karena hamba ini tidak bisa memiliki kelebihan jika kekuatan rahasia kau tiupkan dalam diri hamba. Maka Tuhan, sudahilah, sudahilah.. hamba ingin kembali pada semangat hamba yang dulu mengekar. Selalu membawa keyakinan disetiap langkah kaki hamba untuk sorot mata yang mengkilap. 


Untuk luka yang lama hilang, andai kau bisa saya ajak berbincang. Mungkin aku minta satu permintaan kepadamu untuk lekas-lekaslah sembuh dari perasaan batin ini. Untuk luka yang lama hilang, bukanya aku tidak bisa mengambil hikmah dan syukur atasmu, tapi sulit bagiku menerima segala respek yang kau tunjukan dalam jiwaku. Mungkin aku bisa saja cuek. Tak acuh pada aksimu. Tapi karena engkau saja bermain sesuka hati seperti di dalam rumahmu sendiri. Kalau begini caranya, apa aku selamanya akan terima ? Maka dari itu, aku beri kau pintu yang terbuka agar kau bisa keluar dengan tenang. Sekali lagi, jangan ganggu aku, jangan buat aku merana. Besok hariku telah tiba. Tiada gunanya kau mengikutiku kalau saya saja fokus pada hal yang lain. Maka, aku mohon dengan sangat ya Tuhanku, tuhan semesta alam, kau penguatku yang maha luas dan maha agung, berikan aku kesembuhan atas luka yang lama hilang~

Komentar

Postingan Populer