Iktikaf 10 Hari Terakhir Ramadhan 1445 H
Sudah sebulan vacum setelah graduate bulan Februari lalu, belum ada agenda tetap yang aku jalani selain bisa main kemana-mana dengan ijin orang tua pastinya. Di Ramadhan tahun ini, tepatnya di 10 hari terakhir yang diyakini sebagai waktu mustajab untuk bermunajat kepada Tuhan. Aku putuskan dihari itu untuk memusafirkan diri, fokus manage waktu untuk bener-bener dimanfaatin ibadah ke Allah. So, aku pergi ke tempat iktikaf di Masjid Jendral Besar Soedirman yang ada di Purwokerto. Ini kali pertama aku iktikaf disana dengan benefit maupun pelayanan yang cukup bagus ya. Secara, jamaah iktikaf dan buka bersama itu ratusan, tapi dari segi schedule agenda kajian, perawatan tempat, dan lingkungan itu sangat mendukung sekali buat siapa aja yang emang bener-bener mau manfaatin waktu 10 hari terakhir dengan iktikaf disana. Aku juga merasakan Lailatul Qadar yang dekeeeet banget dan se-kerasa itu Ramadhan di diri aku, cause only that activities. Kalau dirasain mungkin ini adalah experience spiritual yang feedback-nya sangat besar banget yang ibarat putih tuh gabisa dideskripsikan sama orang buta, hanya bisa ngena langsung ke batin. Jadi makin tenang dan kebuka aja pikirannya buat mutusin pilihan hidup gitu. Itu yang aku rasain sampai sekarang.
Anyway.. selama disana aku banyak mengalami kejadian yang buat aku expect sama beberapa jamaah. Kejadian dan cerita langsung yang disampaikan beberapa kenalan aku disana juga beragam, yang ternyata kalau dilihat sekilas ngga kelihatan seperti yang dijumpai, tapi setelah tahu semuanya it's real a respect from Allah to us. Karena dengan pasti 100% mereka hadir di tempat suci ini pun dengan maqsud ingin taqarrub ke Allah SWT. Hal itu yang buat aku secara manusiawi termasuk orang yang masih punya rasa kurang respectnya terhadap lingkungan, tiba-tiba menyaksikan fenomena itu di depan mata langsung jadi merasa sadar. Oo.. kalau Allah tuh juga perhatian ya ke mereka, not only me which pray in there, tapi terkumpul banyak muslim disini loh yang siapa aja berdoa pasti dikabulin. Sehingga, melihat langsung saudara semuslim lama berujud, dekatnya dengan Qur'an, dan fokusnya qiyamullail. Dengan menyaksikan itu semua justru aku malah berharap apa-apa yang mereka hajatkan benar-benar terqabul. Karena sekali lagi, melihat mereka beribadah itu aku merasa Allah itu benar-benar dekat sekali, dengan pelan menurunkan berkat melalui sambungan doa mereka, yang kalau dipikir kembali bahwa tujuan kesana tadi pasti ingin diberi banyak-banyak keberuntungan hidup. Dengan begitu, selama disana aku jadi merasa hamba biasa saja, asing, semua kemampuanku adalah rizki dan titipan Allah semata, yang melangkah kesana bersimpuh dengan membawa banyak untaian doa. Tapi justru aku ikut membatin dan mengaminkan dengan kuat, kalau orang-orang disekitarkulah yang lebih baik untuk tentram atas nikmat dan segera mendapatkan jalan keluar atas iktikaf yang mereka lakukan. Karena mereka jadi pengingat buat diriku sendiri yang memikul banyak dosa yang sudah tak terbendung apabila bersujud berkali-kali. Malu- --
Sempet dititik kayak merekap kembali, menata kembali ditengah masa semedi 10 hari di Jensud ya, karena niat awal itu akan terlaksana dan khair nilainya ketika sampai pada akhirnya. Memang ditengah-tengah aku merasa banyak godaan.. seperti siang-siang pasti tidur karena puasa detik-detik akhir jadinya semangat berkurang. Makanya sempet aku paksa kayak bersuci lah, ambil wudhu atau main hape. Yang penting siangnya itu inget terus ke Allah. Tiga hari pertama aku belum merasakan angin Lailatul Qadar disana, walaupun pas berangkat kesana udah agak kerasa. Beda gitu hawanya, pasti di siang hari adem, sejuk, cuacanya cerah ada sinar matahari tapi kayak rindang gitu. Itu salah satu ciri-ciri ketimpa Lailatul Qadar. Walaupun banyak lagi, tapi aku sempet ngerasain kode dari alam ya yang angin itu.
Oke.. sekedar informasi, iktikaf khusus akhwat di Jensud itu ada dua tempat. Pertama, di lantai dua untuk remaja perempuan dan orang dewasa, sedangkan di lantai satu itu untuk lansia dan ibu hamil. Nah, kalau ikhwannya ya di lantai satu juga, jadi ada pembatas atau sayurnya sama bagian lansia perempuan dan ibu hamil.
Ada cerita, aku sempet kenalan sama ibu-ibu hamil yang ikut iktikaf disana ya. Beliau care dan humble banget. Awalnya tuh karena pas siang-siang lantai dua mau di vacum cleaner, jadi semua jama'ah yang diatas turun ke bawah dong. Jadilah aku ngungsi di lantai satu sama lansia dan ibu hamil. Posisi aku lagi baca Qur'an nih, terus main hape bentar kan.. tiba-tiba diajak ngobrol sama ibu hamil. Aku kaget dan terkejut karena selama disana, aku bolak balik kamar mandi (baca: karena kamar mandi ada di lantai dasar) jadi pasti ngelewatin peristirahatan ibu-ibu ini. Beliau banyak banget ngasih topik cerita ke aku jadi semakin kesini kami semakin akrab. Sampai bahas kehamilan, kejadian-kejadian pribadi, sampai tentang impian-impian. Aku seneng banget karena jadi tambah pengetahuan baru dan dapet temen baru disitu. Menurutku beliau adalah sosok paling berkesan yang Allah pertemukan selama iktikaf di Jensud. Alhamdulillah..
Terus aku dapet temen baru lagi, dia adalah seorang pengajar sekolah dasar di solo. Maa Syaa Allah sekali bisa kenal beliau, sangat ramah, anggun, dan berkharisma menurutku. Kalo lagi ngomong tuh elegan sekali, dan sangat menjaga kesopanan. Dia itu hampir seumuranku, hanya lebih tua satu tahun dariku. Awal kami ketemu karena dia adalah saudara Zia, temen iktikafan pas iktikaf di Masjid Mafaza tahun kemarin. Jadi selama di Jensud aku merasa punya keluarga baru, yaitu Zia, adiknya Zia, saudara Zia ini dan aku sendiri hehe.. terima kasih ya Allah.. aku merasa engkau selalu beri perantara untuk aku tidak sendirian.
Ngga lama dari itu, datang lagi teman baru yang super Maa Syaa Allah. Beliau itu pengajar juga, plus pengasuh pondok. Aku tahu fakta kalau beliau ini adalah pengasuh pondok itu kaget banget. Padahal beliau hanya berjarak lebih tua tiga tahun dariku. Pas aku kenal beliau ini dan tahu kalau beliau pengasuh pondok aku langsung agak minder dan malu ya, karena ngga nyangka bakal temenan sama pengasuh pondok. Soalnya dari penampilannya itu trendy sekali, seperti ukhti-ukhti muda gitu hehe (maaf ya Bu nyai) dan terhilat masih muda sekali. Aku sadar beliau memang pengasuh pondok ketika cerita kalau jama'ah iktikaf di shof yang berbeda dan bergerombol anak-anak usia tanggung itu adalah santrinya. Terus aku perhatiin pas beliau mendekati murid-muridnya itu, memang benar segerombolan anak-anak itu merunduk dan merapikan barisan ketika mba-mba ini memberikan arahan. Fun fact, ternyata program iktikaf di Jensud adalah salah satu program di pesantrennya juga. Sudah berjalan kurang lebih hampir tiga tahun, hanya kebetulan tahun kemarin dilakukan di pondok tidak di Jensud. Alhamdulillah tahun ini bisa dilaksanakan bersama-sama di Jensud. Pesantrennya itu terletak di Bukateja, Purbalingga. Termasuk pesantren Tahfidzul Qur'an yang baru. Aku mengetahui itu semua sangat bersyukur banget sama Allah karena dikenalkan sama beliau-beliau ini. Apalagi aku juga diperlakukan dengan bijak. Jadi aku ya juga seperti sedang belajar disana, karena setiap ucapannya juga adalah berkah. Maa Syaa Allah Tabarakallah..
Selain itu ada teman lagi, ia berasal dari Tanjung, Banyumas bersama teman yang satunya berasal dari Purwakarta. Mereka karib dan kami bisa kenal karena tidurnya bersebelahan. Maa Syaa Allah nya, salah satu darinya adalah pengajar Qur'an internasional di salah satu lembaga Qur'an internasional. Karena disela-sela waktu iktikaf atau di siang hari aku biasa melihatnya sedang mengajar anak-anak melalui PC menggunakan bahasa Inggris. Itu keren banget! Sedangkan teman yang satunya, dia masih kuliah di jurusan perawatan. Orangnya sangat supel dan suka jalan-jalan sendiri. Karena ketika aku sama Zia dan yang lainnya lagi ngabuburit, pasti lihat dia lagi jalan sendirian ke pasar Ramadhan, atau malem-malem habis taraweh duduk sendirian di koridor taman masjid. Tapi asik juga orangnya karena jadi merasa ramai, setiap waktu ada aja yang ngajak ngobrol, apapun topiknya, wkwkwk.
Dan banyak lagi. Itulah beberapa momen dan pengalaman yang ngga bakal aku lupain di tahun ini, yang menyadarkan bahwa di masjid itu saja Allah dekatkan, masukkan banyak orang ke kehidupanku, dan berikan aku Rahmat melalui perantara-perantaranya dari arah yang tak terduga. Aku jadi membayangkan, bagaimana kalau aku di Masjidil Haram suatu hari nanti ? Pasti akan ada kejadian yang wow lagi, Wallahu alam..
Selain itu juga, kesana aku datang menjadi manusia biasa, hamba Allah yang ngga punya apa-apa secara Ruhani. Jadi ketika melihat jama'ah lain semangat beribadah, aku semakin kebuka hatinya untuk fokus tobat. Aku flashback lagi bahwa yang sebelumnya aku banyak dikenal di kampus, di pondok dan di rumah sekalipun, ketika ke tempat iktikaf itu aku bukan siapa-siapa. Karena ngga ada yang tahu juga pas di sana siapa aku, latar belakangku dan gelarku sekalipun. Dari iktikaf tahun ini aku jadi dapat pelajaran bahwa kemanapun diri ini berkelana, Tuhanlah teman kasat mata terbaik yang bisa dirasakan keberadaanya. Karena memang benar kata Imam Syafi'i, seorang penuntut ilmu itu tidak berdiam diri di kampung halaman, ia harus merantau hingga ke negeri orang. Dari situ aku juga dapat ibrah, banyak yang aku jumpai dan aku dapatkan untuk menambah kualitas diri selama berkelana. Kalau sampai dititik bertekad pergi jauh dengan niat belajar ya pasti akan dapat. Semangat dan perlindungan Allah lah yang menjadi kekuatan sampai diri ini khatam menuntaskannya. Begitupun jika sudah usai mengejar mimpi dunia. Menuntut ilmu kaitannya dengan investasi akhirat tidak ada wisudanya, sampai kapanpun, setiap detikpun tawakal adalah bentuk thalabul ilmi paling istimewa bagi setiap muslim. Karena Rasullullah juga mewasiatkan kepada para ummat, kalau menuntut ilmu itu wajib bagian siapapun sampai akhir hayat. Jadi, jagalah itikad taqarrub kepada Allah, seperti fakta pada firmannya yang termaktub di dalam QS. Ghofir ayat 60 yang berarti "... Berdoalah kepadaku, niscaya akan diperkenankan kepadamu.." maka dapat dipahami bahwa pasti harapan semua manusia itu terkabul.
Sekeren-kerennya diri ini di masa lalu, masa lalu sendiri tidak bisa dijadikan harapan. Ia hanyalah masa yang sudah mati dan tidak bisa dirubah. Tapi hari ini merupakan masa perubahan, yang siapa saja bisa membangun impian. Jadi kalau sebagai orang yang beriman, artinya kita itu masih punya waktu ijtihad, waktu ikhtiar, dan berusaha untuk yang lebih baik. Maka dari itu, berjiwalah yang teduh dan selalu tenang dengan berprinsip pada diri sendiri. Karena itu satu-satunya pilar agar tetap digaris "waras" menghadapi proses masa depan.. semangat semua yang sedang berproses. Terutama yang baru diawal lembaran baru, hehe..😃😃
Komentar